Sayid dan Catatan Harian Penderita Tumor


Dari ke - 4 anak yang kami miliki, Sayid adalah anak kami yang paling dekat dengan suamiku . Mereka memiliki hobi yang sama, suka akan tumbuhan, binatang, senang dengan suasana pantai. Karenanya,  saat Abi (panggilan untuk Ayah)  pergi ke Belitung untuk sesuatu urusan, Sayid selalu turut serta. Biasanya Sayid ikut jika waktu berangkat ke Belitung bertepatan dengan liburan sekolah.

Suamiku berasal dari Belitung, tepatnya di desa Tanjung Binga. Saat ini Tanjung Binga tengah menjadi destinasi tujuan wisata, karena letaknya yang berdekatan dengan pantai Tanjung Tinggi. tempat dimana syuting film terkenal "Laskar Pelangi" dilaksanakan.

Semenjak menikah tahun 2000 silam terhitung sekitar 6 kali kami sekeluarga  pergi ke Belitung, biasanya keberangkatan dilaksanakan untuk silaturahim Idul Fitri. Terakhir kami berangkat sekeluarga di Desember tahun 2010. Berbeda dengan anggota keluarga lainnya, Sayid sempat 3 kali berangkat hanya dengan Abi. Bonus untuk Sayid yang memang suka berpetualang. Sayid sangat menikmati alam pedesaan, dia suka diajak kakek turut serta mencari ikan di laut. Dua adiknya masih kecil-kecil untuk ikut serta tanpa kehadiranku. Sementara anakku yang sulung saat itu sudah mulai persiapan UN SD.

Abi pada akhir  tahun 2013 lalu mulai menurun kondisi kesehatannya, menjadikan Sayid  yang saat itu memasuki usia awal remaja moody bukan kepalang.  Abi terpaksa menjalani pengobatan tradisionl "totok syaraf" di Belitung, tanpa kehadiranku dan anak-anak. Abi memang tidak berencana tinggal di sana, kami yakin pengobatan tidak akan berlangsung lama.

Gejolak emosi Sayid turun naik. Sayid bisa terlihat sangat gembira tapi selang beberapa detik bisa berurai airmata. Sayid juga menjadi sangat temperamen. Dia mudah marah untuk hal-hal kecil. Adiknya sering menjadi sasaran amukannya. Tak jarang dia pun marah kepada saya yang menjadi ibunya, untuk hal sepele.

Saya berusaha memahami hal tersebut akibat perubahan hormonal ditubuhnya yang memasuki usia remaja. Juga karena secara psikologis Sayid tidak bisa berdekatan dengan Abi yang bisa memahaminya.

Pelan-pelan saya rubah kebiasaan saya yang kurang memperhatikan hobinya terhadap binatang dan jalan-jalan pagi di hari Minggu. Jika biasanya Minggu pagi saya sibuk mencuci pakaian, kali ini saya bangun lebih pagi mengajaknya olah raga pagi. Menyempatkan menemaninya membeli ikan dan mengobrol hal-hal yang semula bukan menjadi hobi saya, namun saya lakukan demi menggantikan posisi Ayah yang sedang tidak didekatnya. Saat itu, sekali dalam hidup saya menyempatkan diri bersih-bersih kolam ikan di depan rumah Ibu bersama Sayid. Dia nampak senang sekali. Biasanya bersih-bersih kolan ikan jadi tugas Kakeknya yang sudah Almarhum. Ya.. Sayid ditinggal wafat Kakek di awal 2011 hatinya pasti tambah luka karena saat ini menghadapi kenyataan Abi menjalani pengobatan nun jauh di Belitung.

Semenjak Abi menjalani pengobatan di Belitung, kami mengungsi ke rumah Ibu (orang tua saya). Hal tersebut terpaksa kami lakukan karena anak-anak terserang demam berdarah secara bersamaan dan saya melakukan perawatan sendiri di rumah. Hal itu dilaksanakan karena dokter menilai kondisi tubuh anak-anak masih kuat dan saya diminta merawatnya dengan baik serta mengontrol kenaikkan trombosit ke Rumah Sakit.

Pasca sakit DBD dan hari-hari berikutnya, Sayid tinggal di rumah nenek. Hal yang tak mudah karena jarak rumah ke sekolah menjadi jauh, kami harus berangkat pukul 6 pagi dan baru tiba kembali di rumah pukul 7 malam.

Bagi saya, perjuangan yang dilakukan Sayid saat itu tidaklah mudah. Dia harus mempersiapkan diri menghadapi UN, beradaptasi dengan keluarga besar di rumah Nenek. Sayid kehilangan teman bermain dan lingkungan rumah yang ditempatinya semenjak bayi hingga usianya 12 tahun. Pun tatkala sore itu Sayid marah-marah bak orang kesurupan. Matanya berah menyimpan kekesalan yang mendalam. Kami sempat bingung dibuatnya, namun segera Om nya putuskan agar Sayid ikut saya ke Belitung, menjemput Abi yang terbaring sakit. Kami berencana menjemput Abi, guna melanjutkan pengobatan di Bandung.


Tanggal 15 Desember 2013 Alm. menulis  pesan ini, untuk saya ingat dan baca setibanya saya di Belitung.


Saya katakan padanya " Sayid temani Ummi ya jemput Abi di Belitung," Sayid mengangguk pelan.
"Supaya Sayid lihat perjuangan Abi berobat di sana, Abi sedang berjuang ," lanjutku. "Ingat perjuangan Abi ya.. supaya Sayid terus jadi anak sholeh."lanjutku.

Perjuangan membawa suami berobat dari Belitung ke Bandung bukan perkara mudah. Kondisi Abi yang sudah sulit duduk apalagi berjalan membuatnya dibawa menggunakan tandu sejak dari rumah, masuk RSUD Belitung kemudian dibawa naik pesawat memasuki RS. Borromeus Bandung.
Hingga akhirnya kami baru mengetahui kondisi sebenarnya, Abi ternyata mengidap tumor ganas. Tumor yang sudah menyebar di beberapa area tubuhnya.

Pengobatan dengan jalan radio terapi dilakukan hingga akhirnya selesai, dan kondisi Almarhum terlihat makin drop. Kami membawanya pulang untuk melanjutkan pengobatan di rumah dengan pengawasan dokter RS. Namun takdir berkata lain, Almarhum meninggal di hari ke -3 di rawat di rumah. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.

****

Tularkan keyakinan dan semangat pada penderita sakit, karena semangat itu menular. Alhamdulillah
"Ummi yang tabah yaa.. selalu bersama Alloh,"begitu pesannya saat aku menjaganya di RS.
"Maafkan Abi..,"selalu itu yang dikatakannya setiap pagi.
"Moga Ummi dimudahkan jalan ke syurga,"ucapnya saat aku memandikannya di atas kasur. 
 Aku selalu membalasnya "Kita saling maaflan ya Bi.. apa yang Ummi lakukan belumlah sepadan dengan apa yang Abi berikan," kataku sambil menggenggam tangannya.
"Sudah jadi kewajiban Ummi merawat Abi,"ucapku dengan tatapan penuh keyakinan bahwa Abi bisa sehat dan berkumpul kembali bersama keluarga.

Pecah juga tangisku saat ciuman terakhir kuberikan di pipinya, saat jenazah akan diberangkatkan ke pemakaman. Ciuman perpisahan, dan akhir dari sebuah pertemuan. Beberapa teman menyadarkanku, dan mengingatkanku untuk tidak meratap. "Aku menahan tangisku selama ini. aku berusaha menjadi wanita tegar dan kuat dihadapannya ," aku berusaha membela diri. Namun salah satu dari mereka membisikkan kalimat ditelingaku " Insha Alloh nanti Alloh kumpulkan lagi di SyurgaNya.. jangan meratap'"pintanya.

***



Pesan Alm. dalam membesarkan anak remaja

Hari-hari berikutnya tak mudah bagi kami untuk melaluinya terutama bagi Sayid. Setiap Kamis dia sering mengeluh pusing, tidak mau sekolah. Saya tidak marah, namun berusaha memahaminya. Saya ajak Sayid berziarah ke makam Alm kemudian pulangnya langsung berangkat ke Pesantren menengok Kakaknya yang bersekolah di sana.

Alhamdulillah Abang (panggilan untuk kakaknya) mengijinkan Sayid bermain di kamarnya. Saat kami sampai, memang jadwal belajar di Pesantren telah usai. Kubiarkan Sayid dekat dengan Abang sebagai persiapan karena kami merencanakan Sayid bersekolah di pesantren yang sama.

Begitu seterusnya, waktu yang kumiliki (karena aku sengaja mengambil cuti satu semester) untuk lebih dekat dengan anak-anak dan mempersiapkan banyak hal lainnya. Alhamdulillah Sayid berhasil lulus dari SD dengan baik dan mendapat nilai UN memuaskan. Padahal dalam 1 tahun berjalan 2 kali Sayid berangkat ke Belitung dan hampir 2 bulan berada di rumah Nenek tanpa kehadiranku yang full menemani Almarhum di rumah sakit..

Memasuki SMP. satu bulan pertama adalah masa pembiasaan sehingga para santri tidak boleh ditengok. Alhamdulilah Sayid bisa mengikutinya dengan baik. Hingga suatu saat, sewaktu  jadwal mengaji maghrib di rumah (saat Sayid sedang mengambil libur pulang ke rumah), mataku dibuatnya berkaca-kaca. Sayid bak Ustadz menjelaskan asal kata tajwid, menjelaskan hukum-hukum tajwid dan membacakan hasil hafalan ayatnya selama di Pesantren.  Aku terkejut dibuatnya, saat SD memang Sayid bersekolah di SD Negeri, sudah hafal beberapa surat pendek dan sedikit paham aturan membaca Al-Qur'an namun belum kuajari benar mengenai nama-nama hukum dalam bacaan tersebut.

Dilain kesempatan, saat aku selesai berdo's seusai shalat, dia duduk di pangkuanku. Kubisikkan ditelinganya, "Terima kasih ya Sayid, sudah menjadi anak yang sholeh, Abi pasti bangga." ucapku.
Lantas dia menjawab " Ummi juga bangga 'kan?," tanyanya
"Tentu saja, karena Ummi melihat langsung bagaimana perkembangan Sayid sekarang," ucapku.
Kewajiban Ayah bukan sebatas memberikan materi, ilmu agama yang diberikan akan terus tertanam di hati anak. Terima kasih Abi

Satu lagi yang membuatku menitikkan air mata adalah tatkala mendapati hasil ujian tarikhnya. Bukan perkara nilai yang Sayid peroleh, namun tulisan tangannya tentang Alm. yang membuat hatiku bergetar karenanya.


Bukan hanya aku sendiri yang berupaya menyembuhkan luka batin anakku yang menjadi Yatim. Peran Ibuku, juga kedua adik serta ipar dan ponakan cilikku juga cepat membuat Sayid cepat  'berdamai' dengan satus barunya. Limpahan perhatian dan kasih sayang pada anak-anaku yang kini yatim membuat mereka cepat bisa melewati masa sedih dan segera move on. Om (adikku) selalu menyempatkan diri mengajak Sayid di sela waktunya mengerjakan konveksi, memiliki waktu hanya berdua dengan Om, penganti sosok Ayahnya kini. Juga tentunya peran guru dan wali santrinya di Pesantren demikian besarnya, hingga mampu memberikan kebiasaan positif pada Sayid.  Terima kasihku yang tak terhingga, moga keberkahan senantiasa Alloh limpahkan bagi penyayang yatim.

Y Rabb.. terima kasih atas episode terbaikmu dalam hidup kami. Kepergian Alm menjadikan kami lebih mawas diri bahwa dunia ini hanya tempat singgah sementara. Amal yang akan menemani kita.

Selamat jalan Abi..
Terima kasih telah mendidik kami untuk tabah, kuat mandiri dan tegar...
Kita akan selalu bersama walau jarak, ruang dan waktu memisahkan kita..
Do'a kami selalu untukmu...
Kita akan selalu bersama walau jarak memisahkan kita

****
Catatan harian yang ditulisnya 2 bulan menjelang wafat kini menjadi pengobat rindu dan penguat jiwa.
Ada pesan untuk kami yang termuat di sana.
Ada kata penuh cinta dan semangat yang terasa membara di setiap lembarnya.
Ada banyak pelajaran akan sabarnya Alm menghadapi sakitnya. Moga Alloh Swt menempatkan beliau dalam maqom orang sabar.
Moga kami mampu meneladaninya, zuhud terhadap dunia dan senatiasa bersamaNya dalam setiap keadaan. Tidak menyekutukanNya. Aamiin  Ya Rabb..








6 comments:

  1. subhanallah.. merinding dan terharu sekali membaca ini.. saya juga yatim sejak usia 3 tahun.. salam buat sayyid dll ya mba.. Semoga Alloh senantiasa melindungi mba dan anak-anak.. aamiin..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anonymous18:51

      Aamiin Mba...terima kasih y utk do'anya..salamnya sy sampaikan ke anak2...do'a yg sama utk mb n kel yaa..

      Delete
  2. Turut berdukacita mbak, semoga mbak tabah dan dikuatkan..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anonymous16:17

      Amiiin..Tks..do'a yg sama utk mb dan keluarga yaaa ...

      Delete
  3. Anonymous07:14

    sangat luar biasa saya setiap kali membaca kisah para wanita yang tegar menjadi single parent selepas ditinggal suami. mengingatkan saya untuk selalu bersyukur dan berusaha menjadi istri terbaik yang saya bisa. doakan saya ya, mba ^^ dan tetap semangat

    ReplyDelete
  4. sunhamalloh... semoga selalu di beri kekuatan dan luas rezeki dalam membesarkan anak-anak ya mbak... Aamiin YRA

    ReplyDelete