Wisuda Sarjana XIII Sekolah Tinggi Teknologi Bandung : 45 Hari Waktu Tunggu Lulusan untuk Memasuki Dunia Kerja


Hari Sabtu tanggal 8 Desember 2018, bertempat di Harris Hotel & Conventions Festival Citylink Bandung, Sekolah Tinggi Teknologi Bandung menggelar kegiatan wisuda sarjana ke XIII. Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 07.30 dan berakhir pada pukul 13.00 tersebut dihadiri oleh para wisudawan dan wisudawati serta orang tua dan tamu undangan. Pada kegiatan tersebut, Sekolah Tinggi Teknologi Bandung atau biasa disingkat dengan STTB berhasil meluluskan total 183 orang mahasiswa yang berasal dari dua program studi yakni Teknik Industri dan Informatika dengan rincian 106 orang lulusan berasal dari program studi Teknik Industri dan 77 orang lulusan berasal dari program studi Informatika. Hingga saat ini STTB sudah meluluskan 1355 mahasiswa, suatu pencapaian luar biasa.

Wisudawan STTB ( sumber dok. member pasukan blogger JA)

Acara berlangsung padat dan penuh khidmat. Terlihat kebahagiaan para calon wisudawan beserta keluarga. Kerja keras dalam menjalani perkuliahan yang rata-rata berhasil ditempuh selama empat tahun berbuah manis. Para mahasiswa berhasil lulus dan berhak mendapat gelar S.T. untuk lulusan Teknik Industri serta S.Kom. untuk program studi Informatika.

Sebagai Sekolah Tinggi yang memiliki tagline “ Your Partner to Global Competition”, STTB terus melakukan peningkatan mutu dan kualitas. Hal tersebut terlihat dari prestasi yang diukir baik oleh civitas akamedika dan mahasiswa. Pada kesempatan tersebut, Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Bandung Bapak Muchammad Naseer, S.Kom., M.T. menyampaikan bahwa terdapat 120 dosen dilingkungan STTB. Sembilan puluh enam orang dosen sudah menempuh jenjang S-2. Targetnya, pada tahun 2019 sebanyak 72% dosen sudah mampu menyelesaikan S-3. Terdapat 12 orang dosen yang telah memperoleh hibah dari  Kementrian Riset dan Teknologi DIKTI. Selain itu terdapat prestasi mahasiswa yang diperolah salah satunya adalah karya mahasiswa jurusan Desain dan Komunikasi Visual kambali terpilih untuk dipamerkan di Korea Selatan.

Sekolah Tinggi Teknologi Bandung mengirimkan 13 orang mahasiswa untuk mengikuti kegiatan internship di Taiwan. Pada masa magang tersebut mahasiswa memperoleh gaji sebesar 4-6 kali UMR Bandung. Selain program internship juga terdapat program kerja ke Taiwan dan Jepang bagi lulusan STTB. Alumni yang tertarik mengikuti kesempatan kerja tersebut dipersilakan untuk datang langsung ke bagian front office.

Sekolah Tinggi Teknologi Bandung memiliki target yakni pada tahun 2020 berubah menjadi universitas. Langkah yang dilakukan untuk mencapainya adalah dengan terus melakukan penyempurnaan sarana serta prasarana. Jumlah mahasiswa yang terus meningkat menjadi dukungan yang nyata akan terwujudnya cita-cita tersebut. Pada tahun ajaran 2018 STTB berhasil memperoleh mahasiswa baru sebanyak seribu orang lebih, naik 20 persen dari tahun sebelumnya.

Salah satu program yang menarik dan menjadi solusi bagi mahasiswa yakni adanya tabungan sampah. Hal tersebut dilakukan STTB melalui kerjasama dengan Bank Sampah Bersinar (BSB) milik Ibu Fifie Rahardja. Selain dengan bank sampah, STTB pada kesempatan wisuda tersebut melakukan MoU dengan beberapa pihak yakni : Universitas Nasional PASIM, PT. POS, PT. SLU,CMYK dan HUNCHI TAIWAN.

Secara statistik, lulusan STTB hanya membutuhkan waktu 45  hari atau kurang lebih satu setengah bulan sejak kelulusan langsung memasuki dunia kerja. Waktu tunggu yang relatif cepat. Bahkan terdapat banyak alumni yang sudah bekerja sebelum lulus, salah satunya adalah Nurdiansyah. Mahasiswa jurusan Informatika tersebut sudah melakukan kerjasama dengan Joeragan Artikel  mengerjakan 3 buah proyek pembuatan web site yang dilakukan bersamaan dengan menyelesaikan skripsi. Suatu prestasi yang membanggakan. Dalam hal ini, lulusan STTB memiliki kompetensi yang dibutuhkan banyak pihak. Karena itu tak heran jika kemudian hampir setiap hari STTB memperoleh permintaan tenaga kerja lulusannya.

Salah satu wisudawan STTB sebelum lulus sudah bekerjasama membuat project web diapit pasukan Blogger
(sumber : dok. member pasukan blogger JA)

Kegiatan wisuda sarjana XIII STTB juga dimeriahkan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa yang menampilkan tarian, angklung serta aneka lagu yang memberikan kehangatan suasana. Orasi ilmiah disampaikan oleh Dr. Cyrille SCHWOB, APAC  yang menjabat sebagai Head Office & Research Technology Development Airbus  Asia Pasific bertempat di Singapura.


Ketua STTB berfoto bersama Head Office Airbus Asia Pasific ( sumber : dok ketua STTB)

Berbeda dengan perhelatan wisuda yang bisa digelar di universitas negeri, selesai mengikuti acara para wisudawan dan tamu undangan diberikan jamuan makan siang dengan aneka sajian menu yang memiliki kelezatan. Tentu saja hal ini memberikan kesan dan kebahagiaan tersendiri.

Bravo STTB, selamat kepada para lulusan, semoga ilmu yang diperoleh membawa manfaat dan keberkahan bagi diri dan lingkungan sekitar. Wisuda bukan akhir segalanya, tetapi menjadi pintu pembuka bagi peran diri di masyarakat dan negara serta pengabdian dalam karya pada Alloh SWT  pencipta semesta.


#Sekolah Tinggi Teknologi Bandung


SELISIK 2018 : Making Indonesia 4.0 Bukan Lagi Impian



Sekolah Tinggi Teknologi Bandung mendapat kehormatan menjadi penyelenggara kegiatan Seminar Nasional Telekomunikasi dan Informatika SELISIK 2018. Acara bergengsi tersebut digelar di Haris Covention Festival Citylink pada tanggal 1 September 2018, dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dilanjutkan dengan sajian tarian dan angklung dari Unit Kegiatan Mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Bandung.


Dalam pidatonya, ketua kegiatan SELISIK 2018 yakni Ibu Harya Gusdevi, S.Kom., M. Kom menyampaikan ada 100 paper yang masuk dan terdapat 12 paper terbaik akan diterbitkan di jurnal-jurnal kampus pendukung acara. Pencapaian yang luar biasa, mengingat pada tahun sebelumnya hanya ada 50 paper yang berkontribusi di acara tahunan ini. Sementara itu, Bapak Muchammad Naseer, S.Kom, M.T dalam pidato pembukaan menyampaikan perlunya kerjasama dari berbagai pihak terkait, guna mendukung terealisasikannya road map Making Indonesia 4.0

Berikutnya, dalam sesi siraman rohani, Bapak Prof. Dr.Ing Ir. Iping Supriana Suwardi, menyampaikan bahwa revolusi industri 4.0 tidaklah ada artinya dibandingkan dengan kebesaran sang Pencipta semesta. Beliau mengingatkan bahwa jantung dari revolusi industri 4.0 adalah algoritma. Belajar pada algoritma alam karya sang Pencipta kehidupan, akhirnya kemajuan teknologi dan peradaban manusia berkembang pesat.

Acara semakin menarik tatkala pembicara pertama, Bapak Ir. Priyantono Rudito, M.Bus., Ph D yang merupakan asisten Direktur Eksekutif  Co-Branding Wonderful Indonesia Kementrian Pariwisata, memaparkan banyak hal, yang membuat hadirin makin terbuka wawasannya. Salah satu yang menjadi catatan adalah ada banyak bisnis besar muncul berawal dari keinginan membantu sesama. Gojek, Facebook, Google, Apple adalah contoh pebisnis raksasa yang hadir atas dasar ingin membantu atau memberikan solusi bagi masalah orang lain Karenanya, semangat kemunculan revolusi industri 4.0 adalah untuk memberikan kemudahan, kenyamanan dan efisiensi dalam banyak aspek kehidupan.

Beliau mencontohkan, dengan adanya pemanfaatan Big Data, pasien yang biasanya harus antri berjam-jam saat akan berobat, cukup konsultasi dengan dokter via HP. Hal tersebut terjadi karena data rekam medis pasien terkelola dengan baik.

Penandatanganan MoU antar perguruan tinggi

Pembicara terakhir adalah Prof. Dr. M. Suyanto, M.M.  beliau merupakan Rektor Universitas AMIKOM Yogyakarta. Hal yang terlihat dari pemaparannya, beliau memberikan wacana baru, bagaimana peran dosen dalam menghantarkan mahasiswa ke gerbang sukses di era industri 4.0. Salah satunya adalah memberikan tantangan dan kesempatan untuk praktik dengan cara berpenghasilan dollar di intermet. Prof menyampaikan dengan detail bagaiman selanjutnya beliau berperan aktif dalam menciptakan animator handal. Maha Karya yang dihasilkan dan membuat banyak peserta yang hadir berdecak kagum adalah film The Battle of Surabaya yang meraih banyak penghargaan tingkat internasional. Suatu pencapaian yang luar biasa.


Peserta dan pemateri berfoto bersama setelah acara usai

Pemaparan yang sangat menarik dari dua pembicara di acara SELISIK 2018 telah membuka mata kita bahwa road map Making Indonesia 4.0 tidak lagi hanya mimpi belaka, jika kita paham bagaimana menciptakan generasi yang kompeten di era digital, juga tenaga pendidik yang mampu beradaptasi dengan kecepatan perubahan di era distruption ini.

#MakingIndonesia4.o
#Selisik2018
#STTBandung

Making Indonesia 4.0 dengan Menyiapkan SDM Handal



“Revolusi Industri 4.0 adalah sebuah keniscayaan. Kita tidak dapat menghindarinya, namun perlu mempersiapkan diri di berbagai bidang.
Kalimat tersebut menjadi sebuah simpulan dari kegiatan :  Diskusi Publik Industri yang terselenggara atas kerja sama Sekolah Tinggi Teknologi Bandung dengan Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. 

Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 20 Agustus 2018 di The Parlor tersebut menghadirkan enam orang pembicara dari kalangan industri, akademisi dan birokrat. Peserta yang hadir pun mewakili banyak eleman antara lain : mahasiswa, dosen, guru, komunitas serta media.

Diawali dengan pembukaan oleh Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Bandung, yakni Bapak Muchammad Naseer, S.T., M. Kom. kegiatan yang berjalan selama 2 jam tersebut membawa ilmu dan semangat baru bagi para peserta yang hadir.

Salah satu narasumber yakni bapak Drs. Mujiono, M.M, menyampaikan bahwa pendidikan di Indonesia tertinggal 75 tahun dari negara maju. Beliau menyoroti bahwa banyak lulusan SMK tidak langsung bekerja. Salah satu penyebabnya adalah ketidaksiapan sarana dan prasarana SMK dalam memenuhi kebutuhan Industri. Upaya yang saat ini tengah dilakukan adalah menghidupkan kembali program Link & Match.

Narasumber lainnya, yakni Ibu Ratna Utari Ningrum menyampaikan bahwa persiapan yang dilakukan agar IKM (Industri Kecil dan Menengah) siap menghadapi era industri 4.0 adalah dengan membuat e-Smart. Bagi IKM yang bergabung, akan mendapat pembinaan intensif.

Prof. Dr. Ir. Suhono Harso Supangkat M,Eng., sebagai salah satu narasumber yang mewakili kalangan akademisi menyampaikan bahwa akan ada upaya untuk sosialisai hasil temuan pada masyarakat. Salah satu rencana yang akan dilakukan adalah dengan mengadakan pertemuan dan diskui terkait penemuan dan penerapan IoT di berbagai bidang.


                                          Kegiatan Diskusi Publik berjalan lancar ( sumber : STTB)

Peran Kampus dalam Making Indonesia 4.0

Salah satu upaya yang dapat dilakukan kampus sebagai institusi pencetak SDM handal, sebagaimana disampaikan salah satu narasumber, adalah memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk praktik. Kegiatan belajar tidak hanya sebatas pemahaman teori di kelas, tapi juga kegiatan magang yang dilakukan di Industri terkait.

Sekolah Tinggi Teknologi Bandung, sebagai perguruan tinggi yang penyelenggara kegiatan diskusi publik tersebut, telah berupaya memaksimalkan potensi yang dimiliki. Antara lain memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk magang di luar negeri. Hal lain yang dilakukan adalah memberikan dukungan pada mahasiswa dengan adanya unit-unit kegiatan mahasiswa.

Untuk menghasilkan mahasiswa handal, tentu saja dibutuhkan dosen yang memiliki kapabititas tinggi. Upaya yang dilakukan pemerintah saat ini dengan mengalokasikan 20% dana APBN 2019 untuk  sektor pendidikan.

Pertemuan singkat yang terjadi di kegiatan diskusi publik tersebut tentu saja tidak dapat menjabarkan secara detail rencana besar pemerintah hadapi era industri 4.0.  Paparan yang diberikan masing-masing narasumber sebanyak 10 menit, terasa singkat namun telah memberikan gambaran hal apa saja yang harus kita siapkan, khususnya SDM dalam making Indonesia 4.0

Semoga pertemuan tersebut menjadi trigger bagi semua pihak yang hadir dalam mempersiapkan diri menyambut era industri 4.0. Ayo dukung “Making Indonesia 4.0


#Diskusipublikindustri
#MakingIndonesia4
#Industri4
#Kemenperin
#STTBandung








Citarum, Aku Cinta dan Aku Bela

“Bapak jangan macam-macam, saya penduduk asli desa ini. Ambil segera sampah yang dibuang sembarangan itu! Mana KTP Bapak?”

Kalimat tegas tersebut disampaikan seorang yang peduli dengan kebersihan dan kelestarian lingkungan. Pak Asep Rikmawan namanya. Beliau adalah warga desa Bojongsoang kabupaten Bandung. Sehari-hari bertugas sebagai perangkat desa, tepatnya di bagian umum.

Siang itu terasa terik, namun tak menyurutkan semangatnya saat menjalani sesi wawancara di kantor desa Bojongsoang. Warga Bandung dan Jawa Barat pada umumnya, pasti sudah tak asing lagi dengan nama desa Bojongsoang. Terletak di cekungan Bandung, menyebabkannya sering menjadi trend topik pemberitaan. Bukan karena prestasi yang diraih, tetapi karena banyak warganya yang terkena banjir.

Menurut Pak Asep, ada banyak program digulirkan baik dari pemerintah pusat maupun lokal berkenaan dengan penanggulangan banjir di wilayahnya. Salah satunya adalah program Citarum Bestari.

“Program Citarum Bestari merupakan program kerjasama TNI dengan pemerintah Desa. Kami memberdayakan Ibu-Ibu untuk turun terjung langsung membersihkan sungai Citarum” jelas pria berperawakan sedang tersebut.

Pemberdayaan Ibu-Ibu bertujuan agar informasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan hidup tersampaikan secara efektif pada warga. Jika Ibu-Ibu mau turun tangan, tentu saja para Bapak-Bapak tak akan tinggal diam. Demikian Pak Asep melanjutkan penjelasannya.
Bapak Asep Rikmawan pengusul ide "Polisi Sampah" (sumber : dok pribadi)
Desa Bojongsoang itu dikelilingi sungai Cikapundung, Cigede dan Cisangkuy. Semua bermuara ke Citarum. Jika masalah sampah di sungai-sungai kecil ini tak tertangani, tentu akan membawa masalah pada Citarum.

“Desa kami akan merasakan akibatnya”. Menurut Pak Asep, sampah menjadi perhatian besar di tahun 2018. Karena sampah ini bisa menjadi petaka jika tidak mendapat perhatian serius.

Namun, sebagus apapun program yang digulirkan hanya akan menjadi omong kosong jika tidak mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Jika jumlah warga yang peduli dengan kelestarian Citarum hanya segelintir saja dan berlangsung di momen tertentu saja, semua akan jadi sia-sia.

“Hal yang membuat saya sedih adalah, jenjang pendidikan seseorang ternyata tidak sepadan dengan pemahaman tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Saat saya meminta KTP warga yang membuang sampah sembarangan, saya temukan fakta, ternyata mereka datang dari kalangan terpelajar!”

Pernyataan itu tentu menohok kaum akademisi. Bagaimana mungkin seseorang bertitel, tidak cinta kebersihan dan menjaga kelestarian lingkungan. Jangan-jangan mereka belum paham bahwa Citarum saat ini tengah jadi sorotan? Sungai sepanjang 269 kilometer ini merupakan 1 dari 10 sungai terkotor di dunia. Berdasarkan data, terdapat 1.500 ton sampah domestik dibuang ke sungai Citarum, belum ditambah limbah industri yang terbuang ke sungai ini [1].

Sungai, sebagai sumber kehidupan, tanpa sadar telah kita buang posisinya pada status terendah. Sampah rumah tangga, limbah pabrik dan limbah medis kita buang seenaknya. Kita tak mau berdekatan dengan sampah dan barang-barang bekas lainnya. Bau, kotor, tidak bisa dipakai. Lalu yang terlintas adalah : buang saja ke sungai agar terbawa arus. Habis perkara. The End.

Itulah kenyataan yang terjadi saat ini. Di satu sisi aparat dan segelintir warga berjuang untuk melestarikan dan mengembalikan Citarum menjadi harum. Di pihak lain, ada lebih banyak penduduk yang tidak mau ambil pusing. Kasur, kursi rusak pun ikut dibuangnya ke sungai. Dimana otak kalian?

“Untung saya masih punya hati. Semula saya ingin memotret wajah para pembuang sampah sembarangan dan mengunggahnya ke media sosial. Akan saya sampaikan pada khalayak, inilah 'monyet' yang suka membuang sampah sembarangan” wajah Pak Asep memerah, menahan marah.

“Nampaknya usulan adanya polisi sampah yang melibatkan warga untuk menindak pembuang sampah sembarangan bisa jadi ide brilian. Pilihlah beberapa warga di sebuah RT untuk bertindak sesuai hukum, menjerat pembuang sampah sembarangan,” ujar Pak Asep.

“Hal yang termudah adalah mulailah dari diri sendiri, menular pada anggota keluarga dan selanjutnya masyarakat” Pak Asep menyampaikan pesannya.

Memberikan contoh adalah hal yang utama. Bagaimana seorang pimpinan cinta kebersihan akan menular pada bawahan. Bagaimana seorang ayah peduli lingkungan akan diikuti oleh anggota keluarga. Membuat Citarum kembali harum menjadi gerakan masif, adalah tugas kita bersama.

“Bukan masalah gelar atau titel yang dimilikinya, tapi karakter yang perlu dibentuk untuk menciptakan Citarum Harum” kembali Pak Asep menegaskan.

Bertenda di Pinggiran Citarum

Kerap terkena banjir, membuat warga di sekitar sungai Citarum akhirnya “berdamai” dan tampak pasrah. Pemandangan maraknya orang yang meminta sumbangan saat banjir adalah hal yang lumrah ditemukan.

Tentu hal ini harus menjadi perhatian serius. Bagaimana mungkin mereka bisa nyaman dalam kondisi yang mengenaskan? Apakah karena mereka merasa, saat banjir bisa mendatangkan banyak bala bantuan?

Padahal, bau menusuk akan kita rasakan saat mendatangi desa yang tergenang banjir hingga setinggi atap rumah. Nafas terasa pengap. Warga harus bekerja keras membersihkan rumah. Tentu bukanlah pekerjaan ringan, membersihkan perabot dan seisi rumah dari lumpur banjir.

Mereka memilih berdamai karena sudah merasa tidak mempunyai pilihan. Pindah ke tempat yang lebih baik tentu butuh biaya yang tidak sedikit. Toh banjir tidak datang tiap hari. Banjir satu saat akan pergi. Demikian yang ada dalam pikirannya.

“Saya terpaksa menaiki perahu saat berangkat dan pulang kerja. Pernah satu kali perahu tidak ada, saya terpaksa memberanikan diri berjalan kaki menerobos banjir. Padahal air terus meninggi. Alhamdulillah saya selamat” cerita salah satu warga saat diminta menjelaskan kondisi terburuk saat banjir menerjang.
Warga desa Bojongsoang naik ojeg perahu saat banjir ( sumber : www.pikiran-rakyat.com)

Mereka mungkin tak berdaya. Namun apakah kita akan tetap tinggal diam? Menganggap semua baik-baik saja? Bukankah selain bisa menelan korban, banjir juga mendatangkan penyakit. Ada banyak dana dan alokasi waktu tercurah untuk menganganinya. Hal yang terus berulang setiap tahun seperti tak menemukan solusinya.

Cinta Citarum, PR Kita semua

Barangkali cinta itu sudah tidak ada di hati kita. Barangkali pikiran pendek mengumpulkan harta membutakan kita. Lupa bahwa dunia ini akan kita wariskan pada anak cucu. Bagaimana kehidupan mereka kelak, jika sungai Citarum sebagai pemasok air terbesar sudah lumpuh total. Apakah kita bisa hidup?

STUPID! Kata itu memang lebih pantas disandang kita saat ini. Kata yang disampaikan seorang turis saat melihat warga dengan seenaknya membuang sampah ke sungai. Kita bodoh karena termasuk orang yang selama ini tak peduli. Egois kita tinggi, Citarum pun murka.

Meluaplah ia, memberikan racun dan bakteri. Tak lagi ramah. Tak lagi indah dan tak lagi berkah. Bagaimana ini? Apakah kita bisa mengembalikan keharumannya? Tentu saja bisa! Kita pasti Bisa.

Berkaca pada pengalaman Korea yang berhasil mengembalikan kebersihan sungai terkotor  dalam kurun waktu 5 tahun tentu membawa angin segar. Jika negara lain sudah berhasil, kita bisa melakukan hal yang sama. Citarum kembali harum.

Program Penanggulangan Pencemaran dan Kerusakan Daerah Air Sungai (DAS) Citarum digulirkan pada tanggal 22/2/2018 oleh Presiden Jokowi [2] Kita wajib memberikan dukungan dalam bentuk edukasi pada masyarakat, penelitian dan program-program lainnya. Cinta Citarum dapat tumbuh jika kita mulai mengingat kembali peran pentingnya, sebagai sungai terpanjang yang menjadi sumber kehidupan. Citarum adalah urat nadi kita.

Dosen Siap Mengambil Peran

Hal yang dapat dilakukan oleh tenaga pengajar di lingkungan pendidikan tinggi adalah aktif melakukan kegiatan pengabdian pada masyarakat maupun kegiatan penelitian yang mendukung terwujudnya Citarum Harum.

Mengajak masyarakat berkarya kreatif dengan sampah. Memberikan alternatif pilihan pemakaian produk ramah lingkungan serta membuat media-media edukasi cinta lingkungan adalah beberapa hal yang bisa dilakukan dosen.

Salah satu upaya yang sudah dilakukan dosen Sekolah Tinggi teknologi Bandung untuk warga desa Bojongsang, adalah mengajak masyarakat memanfaatkan kain perca menjadi keset. Tampak sederhana, tetapi hal ini memberikan solusi baru. Limbah konveksi termanfaatkan maksimal dan warga memiliki sumber penghasilan baru.

Di tataran pendidikan dini, kita bisa mengajak para guru aktif melakukan kegiatan edukasi manfaat kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya. Salah satu hal yang pernah dilakukan adalah merancang aplikasi berbasis multimedia untuk pendidikan karakter siswa usia dini. 

“Jika selesai mengaji, sampah bertebaran dimana-mana. Anak-anak belum paham pentingnya menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya” salah satu guru madrasah menjelaskan saat dilakukan analisis kebutuhan perangkat lunak multimedia pendidikan.

Pembentukan karakter dengan pendekatan keagamaan dapat menjadi solusi, khususnya di desa Bojongsoang yang kental dengan suasana agamis. Islam mengajarkan pemeluknya untuk mencintai kebersihan. Anak-anak dapat dikenalkan dengan hadits dan kisah yang mengajarkan cinta kebersihan. Meyakini bahwa kebersihan sebagian dari iman serta mengaplikasikan dalam keseharian.

Pendidikan karakter, adalah hal yang mendapat perhatian besar dalam kurikulum 2013. Karakter muncul dari pembiasaan berulang. Membiasakan anak-anak membuang sampah pada tempatnya. Awalnya mungkin dipaksa, lama-lama terbiasa dan menjadi cinta kebersihan. Pembiasaan dapat dibantu dengan media edukasi berbentuk poster.


Perancangan multimedia pendidikan karakter ( sumber : dok pribadi)

Anak-anak juga bisa dilatih untuk menuangkan ide cinta lingkungan dan kebersihan dalam bentuk tulisan. Membuat karya bersama dalam bentuk buku bisa menjadi pilihan. Menuliskan gagasan yang bisa dibaca banyak anak-anak lain seusianya.

Membuat tokoh karakter cinta Citarum hal yang bisa diupayakan untuk memunculkan rasa memiliki dan menjaga Citarum sejak dini. Kita bisa meniru Jepang yang membuat banyak film anak-anak dan buku cerita dengan membuat tokoh yang bisa menjadi role model. Menggurui tanpa terasa.

Kaptain Tsubatsa adalah salah satu contoh film yang sengaja dibuat untuk membangkitkan kembali semangat sepakbola Jepang [3]. Juga beberapa film kartun yang diproduksinya, secara implisit menerangkan budaya Jepang, Mengapa kita tidak melakukan hal yang sama? Membuat tokoh cerita yang akan mengedukasi anak-anak khususnya dan warga pada umumnya untuk kembali peduli pada Citarum.

Kita punya si Kancil, tetapi Kancil adalah tokoh “cerdik” suka mengakali. Jangan-jangan kebiasaan membuang sampah riumah tangga maupun industri, muncul dari perilaku kancil yang gemar tricky. Tidak mau rugi membayar iuran sampah, melakukan proses pengolahan limbah, akhirnya “mengakali” dengan membuangnya langsung ke sungai tanpa memikirkan akibatnya.

Kalau sudah memiliki mental tricky seperti ini, sebagus apapun program yang digulirkan akan dicari jalan untuk menghindari melaksanakannya. Akan dicari “celah aman” untuk melanggarnya.

Terdapat banyak skim penelitian dan pengabdian pada masyarakat bagi dosen yang bisa diarahkan untuk mendukung terciptanya Citarum Harum. Sayangnya, beberapa belum sempat terealisasi karena proposal penelitian kalah saing dengan temuan yang sifatnya bisa dihirilisasi.

Semoga saja dimasa yang akan datang, pihak Ristekdikti lebih peduli pada temuan-temuan yang bersifat mendukung terciptanya Citarum Harum. Terus melakukan inovasi tanpa merasa lelah dan putus asa. Karena kita cinta Citarum dan akan kita bela.

Penulis : Sri Kuswayati, Dosen Sekolah Tinggi Teknologi Bandung.

Referensi :
3.http://www.panditfootball.com/cerita/161923/FVA/140906/captain-tsubasa-pemantik-kemajuan-sepakbola-jepang