Cerita Sang Kancil Generasi 90 –an, Sungguh Berbahaya!

Sebagian besar dari kita saat ini, khususnya generasi 90 –an, pasti mengetahui cerita sang kancil pencuri mentimun. Dalam cerita tersebut digambarkan kancil sebagai seekor binatang yang melakukan pencurian mentimun di kebun Pak Tani. Kancil mendapat hukuman dengan masuk kurungan yang dipasang, sebagai jebakan untuknya.  Dengan ‘kecerdikannya’, kancil berhasil mengecoh anjing. Binatang peliharaan Pak tani berhasil dibujuknya untuk menggantikan posisinya. Anjing tersebut malah menggantikannya menempati kurungan jebakan Pak tani.

Kisah Sang Kancil dan Buaya adalah cerita yang masih lekat di kepala. Diceritakan bagaimana Sang Kancil saat itu perutnya tengah lapar. Ia melihat ada kebun mentimun di seberang sungai. Mulailah kancil menyusun strategi bagaimana caranya agar bisa sampai ke seberang sungai.  Kancil kemudian mengecoh buaya.

Kisah-kisah sang Kancil tiba-tiba menyeruak di kepala. Manakala diri ini jenuh dengan segala intrik dan tipu daya. Meski saya bukan ahli dalam bidang politik. Saya pun bukan pemilih fanatik. Namun dagelan akal-akalan dari para Dewan. Sesi jegal-menjegal penuh intrik membuat saya bertanya-tanya. Apa gerangan yang menyebabkan kebiasaan buruk tersebut seakan membudaya?

Ingatan saya kembali ke kisah masa kecil mengenai Sang Kancil. Akankah  kecerdikan sang Kancil menjadi ‘panutan’ para politisi masa kini dalam menyelesaikan permasalahan? jangan-jangan cerita kancil tanpa sadar telah membuat sebagian besar kita memiliki alibi untuk mengecoh, membuat trik dalam menyelesaikan masalah?

Pendapat saya tersebut terkuatkan, manakala jemari ini menyusuri informasi melalui mesin pencari google. Terdamparlah saya pada sebuah karya ilmiah yang isinya kurang lebih sependapat dengan saya. Mewaspadai implikasi cerita sang Kancil dalam budaya bangsa.

Dalam makalah yang dimuat di situs www.academia.edu, Aprinus Salam yang merupakan Staf pengajar Sastra Indonesia, FIB UGM, Yogyakarta  menjelaskan:

“Sebagaimana diketahui, sebagai negara berkembang, hingga hari ini Indonesia belum berhasil ke luar dari ketidakseimbangan, dari ketidakharmonisan, dari ketidakselarasan, menuju suatu negara yang harmonis, yang selaras, yang seimbang.

Dalam bahasa yang lebih populer, sesungguhnya Indonesia masih dalam ancaman krisis lemahnya penegakan hukum, kehidupan politik yang tidak stabil, kehidupan ekonomi yang korup (atau secara umum disebut budaya KKN), dan lebih parah lagi, kehidupan moral yang memburuk. Sebagai suatu masyarakat pewaris dongeng kancil, masyarakat Indonesia dituntut kecerdikannya untuk mengatasi persoalan tersebut. Akan tetapi, di sinipulalah letak masalahnya. Mencermati definisi foklor seperti telah dikemukakan didepan, maka secara sadar atau tidak karakter kancil justru menjadi model bagaimana masyarakat Indonesia mengatasi persoalan tersebut dengan sejumlah tipu-tipu dalam mengatasi atau menyiasati problem yang dihadapinya.  

Ada upaya mengatasi berbagai masalah secara emosional dan terkesan terburu-buru, tanpa memikirkan dampak dari solusi tersebut pada masa-masa kemudian. Hal tersebut,sekali lagi, menjadi sangat gamblang ketika kita membaca dan melihat kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang terjadi di negara Indonesia.”

Cerita foklor merupakan tradisi sastra lisan. Disebutkan bahwa kisah Sang Kancil berasal dari India. Pemilihan tokoh kancil, digambarkan sebagai perlawanan atas kekuatan kaum lemah terhadap kaum kuat. Bagaimana kaum lemah menang atas kaum kuat adalah dengan menggunakan ‘kecerdikannya’ dan adu fisik menjadi pilihan terakhir.

Dalam makalahnya tersebut, Aprinus Salam menyebutkan bahwa kancil pun sering dijadikan tokoh fabel di Eropa. Namun kancil bukan digambarkan sebagai binatang cerdik dan banyak akal. Kancil digambarkan sebagai hewan pelestari lingkungan.

Jangan jadikan kisah kancil dengan segala intriknya sebagai dongeng fabel wajib bagi anak-anak kita. Nyata sudah di depan mata, bagaimana sebuah cerita berdampak dalam pembentukan karakter Bangsa. Sudah saatnya Ayah dan Bunda jeli dalam memilih cerita untuk dibacakan pada Ananda tercinta.

4 comments:

  1. wah menginspirasi banget gan :)

    ReplyDelete
  2. Si Kancil Anak nakal, kini menjelma menjadi Manusia Nakal beneran... Semoga orangtua masa kini mendongengkan kisah-kisah yang lebih membumi dan manusiawi... Bukan fabel yang berakibat fatal seperti ini...
    Dari judulnya aja udah keliahatan ngajarin yang gak bener...hehehe ;-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anonymous10:05

      Iya Mbak Gina..sereeem yaa..:)

      Delete