Pertama kali bertemu, wanita muda ini tak terlihat sedang menderita sakit berat.
Saat itu adalah saat pertama kalinya saya tergabung dalam dunia kepenulisan,
dimana dirinya diundang menjadi pemateri dengan tema “Menulis Sebagai Terapi Jiwa”.
Indari Mastuti, Founder Sekolah Perempuan,
tempat dimana saya memperoleh pelatihan menulis buku, kemudian memanggil wanita
itu untuk memperkenalkan diri. Ia bernama Tri Wahyuni Zuhri, seorang penulis
yang berasal dari Kalimantan Timur. Yuni, demikian biasa dirinya dipanggil,
menyempatkan diri hadir di Sekolah
Perempuan yang terletak di kota Bandung, di sela-sela waktunya melakukan pengobatan atas penyakit yang dideritanya. Penyakit kanker tyroid stadium lanjut rupanya menggerogoti tubuhnya. Subhanalloh... wanita ini berhati mulia, dalam kondisi
pengobatan masih menyempatkan diri berbagi ilmu kepenulisan. Ia memberikan
sedikit pengalaman bagaimana kegiatan menulis dapat menjadi terapi jiwa yang akan
berdampak pada kesehatan individu. Suatu hal yang baru saya dapati kala itu.
Rasa penasaran menyeruak dihati, bagaimana mungkin penderita kanker masih bisa menulis? Saya
sendiri
memiliki pengalaman
mengurus suami yang dirawat selama hampir 2 bulan lamanya karena terserang
tumor. Saat itu, saya sering mendapati cerita pasien lain yang terserang
kanker, bahwa rasa kesakitan yang ditimbulkan penyakit ini sangatlah luar
biasa. Kenyatannya, Yuni mampu menulis hampir semua aktivitas yang dilakukannya ditengah perjuangannya menghadapi penyakit
kanker. Kemudian dia tuangkan dalam blog yang diberinya nama "Jejak Kehidupan : Catatan Harian Seorang Penyintas Kanker Tyroid" Subhanalloh..
Saya mendapati bahwa Yuni memiliki semangat
tinggi untuk berjuang melawan penyakitnya. Menyadari memiliki anak-anak yang
masih membutuhkannya, suami serta kedua orang tua yang mencintainya, menjadikannya bersemangat untuk berjuang lepas dari kanker yang
menggerogotinya. Karenanya saat sakit mendera, justru menulis adalah media
untuk mengalihkannya. Karena kanker sudah menyebar ke tulang belakang, seringkali menjadikannya tak dapat duduk lama. Untuk itu, kegiatan menulis dilakukan
menggunakan media hand phone, selanjutnya jika kondisi memungkinkan dia pindahkan
ke laptop. Terkadang, jika kondisi memaksanya untuk terbaring, sedapat mungkin
posisi laptop disimpan sedemikian rupa sehingga memungkinkannya untuk tetap
menulis.
Pengalamannya
saat kesulitan mendapat referensi lengkap mengenai penyakit
kanker,menggerakkan hatinya untuk menuliskannya dalam sebuah buku. Bagaimana
perjuangan di awal saat menerima vonis kanker, memilih alternatif pengobatan,
mengelola keuangan serta selalu bersyukur disetiap kesempatan, adalah hal-hal
yang ingin dibagikannya.
Menulis buku butuh sebuah komitmen. Manajemen waktu
serta mengelola moody adalah tugas
yang dialami para penulis pada umumnya. Saya sangat terinspirasi dengan
aktivitas Yuni yang selalu menyempatkan diri menulis dalam kondisi apapun.
Hal tersebut utamanya didorong oleh keinginannya memberikan hal bermanfaat
dalam bentuk tulisan, khususnya mengenai kanker.
Liputan Media (sumber : triwahyunizuhri.blogspot.com) |
Menghadapi vonis kanker stadium lanjutan sambil terus
menulis dan beraktivitas layaknya manusia sehat pada umumnya menjadi
pilihannya. Dalam blognya, saya pernah membaca dirinya terserang asma, hingga
perlu masuk UGD. Pernah pula satu saat menemani salah seorang anaknya di rawat
di RS. Di waktu lain sering diundang menjadi pembicara dan mengunjungi rekan
sesama survivor kanker. Sungguh jadi malu dibuatnya, saya yang sehat masih
sering lalai dengan waktu yang Alloh Swt berikan...Astaghfirulloh.
Ketika Asma Menyerang adalah judul salah satu tilisannya di blog (sumber : triwahyunizuhri.blogspot.com) |
Akivitas menulis yang terus dilakukannya
membuahkan hasil, banyak tulisan tentang kanker dimuat di surat kabar.
Kebiasaannya menulis di blog pun mendatangkan pengalaman baru, bersilaturahim
dengan para survivor kanker untuk saling menyemangati. Menurutnya, kondisi
sakitnya kini justru membuatnya kebih produktif menulis.
Wujud dari rasa syukur atas masih banyak karunia Alloh
Swt yang diberikan ditengah perjuangan melawan kanker, menguatkannya untuk
menuntaskan sebuah buku. Semua
pengalamannya dalam menghadapi kanker didokumentasikan dalam buku yang berjudul “Kanker Bukan Akhir
Segalanya”. Saya pribadi melihat kesungguhannya untuk mengedukasi masyarakat
atas penyakit yang dikenal sebagai “silent killer” ini. Hal yang saya dapati
kemudian adalah bagaimana dirinya terus mengasah semangat dan syukur hingga
setahap semi setahap semua hal dilalui tanpa terus berfokus pada derita. Ditengah
kesulitannya ia selalu berpikir untuk tetap menyebarkan semangat dan manfaat
bagi semesta.
Buku karyanya ditengah perjuangan melawan kanker tyroid stadium lanjut (sumber: yunisukses.com) |
“Delapan puluh persen kesembuhan datang dari dalam
diri pasien, sisanya adalah dari pengobatan,” adalah kalimat yang selalu
diulang diucapkan paramedis. Keyakinan dalam diri akan pertolongan Alloh Swt adalah obat paling mujarab.
Saat hati berbicara melalui tulisan, berbagai pesan
kebaikan akan tersampaikan. Semoga Alloh Swt memberikan kesembuhan atas kanker yang dideritanya. Tak ada hal yang mustahil bagiNya. Terima kasih atas ilmu dan semangat yang ditularkan melalui tulisanmu. Akan ada banyak pembaca terpahamkan bagaimana mencegah dan menghadapi penyakit kanker, karena kanker bukan akhir dunia. Insya Alloh amal jariyah akan mengalir untukmu. Aamiin Ya Rabb...
Alfatihah untuk almarhumah. Sungguh pejuang yang sesungguhnya. 😢☺
ReplyDeleteTulisan Umi ketjeeh 😍