Liburan Akhir Tahun ke Negeri Laskar Pelangi


“Ummi .. AA pengen ke Belitung,” demikian rengekan AA Sayid putraku yang ke-2. Berlibur ke Belitung memang menyenangkan. Pulau yang kemudian dikenal sebagai Negeri Laskar Pelangi memiliki pantai yang memesona, juga kuliner olahan hasil laut yang menggugah selera.

Terakhir kami berlibur sekeluarga (Saya, Alm,. Suami beserta ke-4 anak kami) ke Negeri Laskar Pelangi dilakukan di akhir tahun 2009. Saat yang menyenangkan sekaligus menegangkan. Menyenangkan karena saat itu telah hampir 4 tahun kami tak bersilaturahim ke keluarga suami, tepatnya di Desa Tanjung Binga. 

Saat itu adalah saat pertama kali kami melakukan pelesir di akhir tahun setelah sebelumnya kami biasa pergi liburan ke Belitung sambil merayakan Idul Fitri . Menegangkan karena ini adalah perjalanan kami melintas pulau untuk pertama kalinya dengan jumlah ‘pasukan’ lengkap. Sebelumnya kami membawa paling banyak 2 anak, saat itu jumlah anggota keluarga telah bertambah. Jadilah kami berangkat dengan 4 anak. Saat itu sulungku telah berusia 7 tahun, anak kedua 5 tahun, putra ke- 3 berusia 3 tahun dan bungsuku berusia 1 tahun.

Beruntung dua anakku yang saat itu duduk di kelas 2 SD dan TK B telah terbiasa berangkat ke Belitung. Mereka kami tugasi membawa perlengkapan dalam ransel yang mereka bawa sendiri. Tinggal pakaianku, suami dan 2 anakku yang masih balita kumasukkan ke dalam kopor. Perjalanan terbilang lancar, kami berangkat dari Bandung sekitar pukul 11 malam menggunakan Bus menuju bandara. Pesawat yang kami tumpangi akan berangkat pukul 6 pagi dari Jakarta menuju Belitung.

Kondisi perjalanan Bandung-Jakarta yang berlangsung malam dan tiba sekitar pukul 4 dini hari di Bandara menguntungkan kami. Anak-anak dapat melanjutkan tidur malam selama di perjalanan. Kami masih punya waktu istirahat yang cukup setibanya di Bandara. Sambil mengisi waktu, anak-anak bermain dan berlarian di pelataran Bandara. Kami melakukan sholat subuh di mushola untuk kemudian melakukan check in.

"Burung Besi" membawa kami terbang Jakarta- Tanjung Pandan Belitung selama 45 menit (foto : dokumen pribadi)
Perjalanan udara memakan waktu tempu sekitar 45 menit. Burung besi itu menghantarkan kami melintasi pulau yang letaknya bermil-mil dalam waktu kurang dari 1 jam. Sungguh karunia Alloh Swt, Bandung-Belitung terasa sangat dekat jadinya, Alhamdulillah.

Setibanya di Belitung, kami dijemput kakek melanjutkan perjalanan menuju rumah, tentunya nenek telah menanti kami di rumah. Tempat asri dilingkupi pepohonan dengan butiran pasir pantai di halaman belakang. Suasana penuh kedamaian.

Desa Tanjung Binga merupakan desa yang berdekatan dengan pantai. Dibelakang rumah kakek terdapat pantai nan indah. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan. Seringkali kami menerima kiriman berupa ikan segar dari tetanga yang baru saja pulang melaut. Aroma dan rasa khas ikan segar yang sulit kami temui di Bandung. Adalah hal yang kami rindukan tiap kali berkunjung ke Belitung.

Berjalan kaki menuju pantai belakang rumah adalah kegiatan yang hampir tiap hari kami lakukan. Udara panas yang menyengat terlindungi pepohonan hutan nan tinggi. Kami bergembira bermain di bibir pantai. Kondisi pantai yang saat itu belum ramai terjamah wisatawan membuat kami merasa pantai itu milik kami sendiri. Suasananya yang sepi dan deburan ombak yang tenang membuat kami akhirnya berani berenang di tepiannya.
Bermain pasir di pantai Tanjung Tinggi (foto : dokumen pribadi)

Tujuan wisata kami berikutnya adalah Pantai Tanjung Tinggi. Ombak yang tak seganas pantai selatan menjadikan kedamaian bagi para pengunjungnya. Bebatuan tinggi menjadi ciri khas pantai ini disertai dengan pasir yang lembut dan putih. Tak Nampak sampah berserakan di sini. Panta Tanjung Tinggi layaknya gadis perawan. Tak tersentuh kenakalan wisatawan yang mengotori pantainya. Indah sungguh menenangkan.
Anak- anak ramai meminta berenang, Aku pun turut serta, karena fasilitas pemandian belum di sediakan maka kami mandi ala anak pantai. Menyiramkan air bersih ke sekujur tubuh untuk kemudian melanjutkan dengan mandi di rumah. Ah.. kenangan indah tak terlupakan.

Kawasan wisata berikutnya yang kami datangi adalah kawasan wisata bukit Berahu. Kawasan ini dikeloa lebih professional. Terdapat cottage yang di sewakan. Mimpiku dan Alm. Suami untuk berbulan madu di sini belum sempat terwujudkan. Ya, aku yang langsung hamil setelah satu bulan menikah ditambah kemudian kelahiran anak-anak dalam usia berdekatan membuat kami jarang memiliki waktu berduaan..mimpi yang tak kesampaian karena akhirnya maut memisahkan kami.

Selain sejumlah pantai yang bisa dikunjungi, ikan bakar segar dan masakan ikan dengan bumbu kuning atau lebih dikenal dengan nama gangan ikan adalah menu favorit kami. Meski anak-anak lahir dan tumbuh besar di Bandung, mereka sangat suka masakan Belitung (baca : masakan nenek) he..
***
Berfoto bersama sejenak sebelum kepulangan ke Bandung (foto : dokumen pribadi)

Saat ini Desa Tanjung Binga telah menjadi kawasan tujuan wisata akibat film Laskar Pelangi yang banyak memberikan inspirasi. Aku pun turut kagum dengan kesederhanaan Ibu mertua yang mampu menyekolahkan anaknya ke Pulau Jawa. Tanpa dibekali peralatan canggih untuk berkomunikasi, kepasrahan pada Alloh Swt menjadi bekal utama. Pun kala akhirnya beliau menjadi saksi meninggalnya Alm karena menderita penyakit tumor yang tak dijumpai pada leluhurnya. Ibu dan Bapak mertua dengan lapangnya menerima itu sebagai suratan dariNya. Suatu pelajaran berharga bagiku dalam mebesarkan anak-anak.

Jalan panjang menuju pantai belakang rumah kakek menyisakan banyak cerita dan kenangan. Cerita Alm. Untuk membuat kios-kios yang menyediakan oleh-oleh serta panganan khas Belitung. Jalanan yang semula becek itu kini telah beraspal, namun pemilik cita-cita itu telah berpulang ke haribaanNya bersamaan dengan  terjualnya lahan di pinggir jalanan itu untuk biaya pengobatan tumornya.Innalilahi wa inna ilaihi roji’un…
 ***
“Mi.. AA ingin berlibur ke Belitung,” kembali AA Sayid mengulang keinginannya. Kepergian Alm. Yang belum genap satu tahun belum menguatkanku untuk menjejakkan kaki di Pulau nan Elok. Aku pasti akan banyak menangis melihat banyak kenangan kami  bersama Alm.
“Nanti aja ya A.. kalau AA sudah besar,”pintaku pada Sayid. “Ummi belum kuat pergi ke Belitung tanpa Abi,”lanjutku kemudian.

“Liburan kali ini Ate (panggilan kami untuk adik perempuanku) akan mengajak kita berwisata ke pantai Pangandaran. AA belum pernah ‘kan berkunjung ke sana?”, bujukku lagi. AA Sayid mengangguk pelan. Sayid, Abi dan Belitung ketiganya kini terpisahkan. Tak seperti anakku yang lain, Sayid sangat dekat dengan Alm. dan suka ‘berpetualang’ di Belitung.

Ayunan buatan Om, tempat favorit anak-anak (foto : dokumen pribadi)
Satu saat kami akan kembali berlibur di  Negeri Laskar Pelangi, namun tidak untuk akhir tahun ini. Keindahan Belitung belum dapat mengobati luka kami atas kepergian orang terkasih. Terima kasih Ya Alloh Engkau telah sempatkan kami menikmati liburan sekeluarga di Pulau ciptaanMu nan indah dan penuh kedamaian. Memori kami bersama Alm. tak akan lekang karena waktu..








2 comments:

  1. Sayid menyimpan memori indah tentang belitung dan abinya ya Teh..

    ReplyDelete
  2. wonderful place ya mbk...kenangan itu akan menjadi benih-benih surga keikhlasan ya mbk insyAllah

    ReplyDelete