sumber : dokumentasi pribadi
Sudah lewat tengah malam, para dewan terhormat belum menuntaskan tugasnya – ketok palu PILKADA. Ramai-ramai obrolan seputar PILKADA memang menyita perhatian kita semua. Buat saya yang buta politik, ada rasa gak nyaman dengan sidang malam ini. Pilkada dengan sistem pemilihan langsung konon dianggap gagal, menghabiskan banyak dana, sehingga mau kembali ke sistem sebelumnya. Apa gak dipikir baik-baik ahai para wakil rakyat, koq ya kayak njilat ludah sendiri …
Buat saya PILKADA langsung di
satu sisi memang berasa ribet. Beberapa kali didatangi petugas RT untuk
pendataan pemilih, dan beberapa kali harus datang ke TPS untuk memilih wakil
rakyat dalam tiap jenjang yang berbeda. Belum lagi, kalau dilakukan di hari kerja, berasa cukup menganggu ‘tuh. Namun proses njelimet tersebut terobati
manakala calon yang terpilih adalah benar-benar capable dan memuaskan
kinerjanya. Berasa betul kalo mereka adalah wakil kita. Membela kita yang jadi
rakyatnya.
Nah, pasalnya sistem demokrasi
yang mulai berjalan, dimana kita sudah terbiasa berbeda pilihan, terbiasa
dengan lantang menyuarakan pendapat kita, terbiasa untuk legowo dengan calon
wakil rakyat yang gak kepilih, koq ya malah dinilai buruk? Saya masih belum
mengerti.
Menurut saya yang awam ini.
Kalaupun ada kekurangan dari sistem PILKADA langsung adalah hal
lumrah.Alangkah tidak bijaknya bila kita jadi malah berbalik ke pilihan awal yang sudah kita tinggalkan karena dinilai
buruk. Sebaiknya sistem PILKADA langsung ini senantiasa kita perbaiki menuju
kesempurnaan. Ayo dong move on!
Tepat pukul 01.42 WIB pimpinan sidang
paripurna DPR mengumumkan hasil sebagai berikut : yang memilih opsi
pertama, yakni pilihan langsung 135
orang anggota. Opsi ke 2 yakni pilihan lewat lewat DPRD berjumlah 226 orang.
Abstain 0. Rapat Parpurna memutuskan pilihan PILKADA kembali lewat DPRD. Wah kembali lagi ke aturan lama deh ..
Keputusan malam ini, menjadi catatan saya pribadi, politik ya tetap politik dengan segala permainannya.
Kawan bisa jadi lawan dan sebaliknya. Kemarin bilang A dan sekarang bicara B,
itu sudah biasa.
Sidang diwarnai dengan walk out yang dilakukan Fraksi Partai Demokrat. Hal
tersebut dinilai sebagai proses pencitraan oleh juru bicara Fraksi PDIP. Semula
diberitakan Partai Demokrat mendukung opsi PILKADA langsung dengan 10 syarat.
Berbicara masalah pencitraan, saat ini menjadi hal lumrah dilakukan untuk menarik perhatian rakyat. Agar rakyat jatuh
hati dan memilihnya. Pencitraan akhirnya lekat dengan perilaku yang sengaja
dibuat-buat, perilaku palsu. Mengapa? Karena pada prakteknya sebagian besar lupa
akan janji-janjinya pada rakyat setelah mereka terpilih. Menurut Indari
Mastuti, CEO Indscript Creative yang menyediakan layanan Personal Branding, Pencitraan
berbeda dengan Personal Branding . Jika Pencitraan akhirnya berkonotasi negatif karena seakan penuh rekayasa, maka Personal Branding benar-benar digali
dari kekuatan tokoh yang bersangkutan untuk dimunculkan di ruang publik.
So, kita lihat saja implementasi hasil sidang PILKADA malam ini, bagaimana
kejadian di lapangan kelak?Moga tak terjadi hal yang disindirkan dalam dagelan di siaran Televisi beberapa waktu lalu. Pilih
PILKADA atau PILKABE? PILKADA jika ‘jadi’ alias terpilih suka lupa (lupa pada janjinya) , sedangkan PILKABE (Pil KB) jika lupa ... malah jadi ...he...
PILKADA langsung katanya ribet, sering terjadi kecurangan dan money politic. Lah klo wakil daerah yang milih DPRD emang pasti ga ada money politic? pasti ada tapi yang kebagian orang DPRD.
ReplyDelete