Masuk Sekolah Dasar




Bungsuku hari ini masuk sekolah dasar, hari pertama pergi sekolah diantar Abi dan juga Om. Tampak rona bahagia terlihat di wajahnya. Ada yang berbeda dari caranya berpakaian yang dikenakannya di hari itu, ia mulai belajar mengenakan kerudung, kewajiban bagi Muslimah yang mulai kami kenalkan sejak usia dini.

Awalnya, Abi tidak sependapat masalah hijab ini. Beliau berpikiran belum saatnya bungsu kami menggunakannya. Sementara itu aku berpikiran lain, hal baik harus dibiasakan sejak dini sehingga saat kewajiban itu melekat, sudah lebih mudah menjalankannya.

Bungsuku ternyata hanya seorang diri di kelas yang mulai mengenakan kerudung, ia pun mulai protes melihat kenyataan tersebut. “Ummi teman-teman gak ada yang pake kerudung, cuman Aleeya sendiri di kelas yang memakainya.” Kupeluk tubuhnya dan kujelaskan bahwa untuk usia Aleeya saat ini belum wajib menggunakannya tetapi Ummi ingin Aleeya mulai terbiasa sehingga kelak saat usia baligh.

Ternyata tak kemudian Aleeya menyampaikan hal tersebut pada teman sebangkunya mengenai kewajiban muslimah menggunakan hijab yang harus dibiasakan sejak kecil. Kawan sebangku mengikuti jejaknya, jadilah sekarang Aleeya memiliki teman yang sama-sama mulai mengenakan hijab.

Kebiasaan mengenakan hijab memang baru kami berlakukan saat Aleeya ke sekolah, di luar waktu tersebut, kami membebaskannya untuk tidak mengenakan hijab asal pakaiannya sopan. Demikian seterusnya dan Aleeya baru mulai tertib belajar mengenakannya secara konsisten saat mulai bersekolah di pondok, meskipun belum terkategori baligh, usianya baru 11 tahun dan belum dating bulan ia sudah bisa menggunakan pakaian penutup aurat secara lebih baik.

Sulit Menghapal

Satu hal yang paling tidak disukai Aleeya adalah saat diminta menghapal. Aleeya selalu tampak kesulitan meski kubantu dengan melakukan analogi atau teknik bercerita. Lima sampai enam kali mengulang hapalan dirasa tidak cukup. Aleeya kerap menangis karenanya.

Pun saat belajar matematika, Aleeya termasuk yang paling lambat menghapal perkalian. Kami sudah mencoba berbagai cara, dari mulai merekam di HP, membeli tabel perkalian dengan ukuran besar hingga menggunakan jari. Ia masih tampak kesulitan.

Aku menyadari hal itu sebagai sebuah kekurangan sekaligus tantangan bagiku selaku ibu untuk menemukan cara menghapal yang menyenangkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal itu adalah karena usianya masih terbilang muda saat masuk SD. Salah satu hal yang belum matang darinya, seperti yang disampaikan psikolog, adalah kemampuan mengingatnya yang pendek, atau rentang memori pendek.

Namun jika kuingat kembali, Aleeya itu justru dapat dengan mudah menghapal saat kondisi rileks. Sebagai contoh, aku sering menyalakan murotal juz 30, Aleeya bisa hapal beberapa surat panjang sering mendengarkan meski dilakukannya sambil bermain. Rupanya, metode belajar sambil bermain sebagaimana yang sering disampaikan para psikolog adalah metode yang paling cocok untuk anak-anak seusianya.

Meski mengalami kesulitan saat menghapal pelajaran, Aleeya paling tahu letak barang-barang kecil yangada di rumah. Jika aku lupa atau kehilangan sesuatu, sering kutanya pada Aleeya apakah pernah melihat barang-barang yang kucari. Biasanya dengan sigap Aleeya menjawab dan menunjukkan keberadaan barang-barang tersebut.

“Aleeya, lihat token Ummi gak? Tadi terakhir Ummi simpan dekat laptop.”

“Ada Mi, Aleeya lihat dekat TV. Makanya Mi jangan simpan sembarangan, Ummi kan suka lupa.”
Atau saat aku pergi belanja atau keluar rumah, Aleeya selalu membantu mengingatkan barang bawaanku supaya tidak tertinggal. Aleeya juga memiliki kemampuan spasial yang bagus, ia bisa membaca peta. Pernah saat berkendara aku tersesat dan Aleeya yang membantu menemukan jalan pulang. Kenyataan ini melegakanku, bisa jadi kesulitan dalam menghapal bukan karena tidak bisa tetapi karena kemampuannya saat ini belum matang, masuk usia SD di bawah enam tahun.

Les Matematika

Melihat kesulitan yang dialaminya saat menghapal  pelajaran dan perkalian, aku berencana memasukkan Aleeya ke tempat kurusus matematika ternama. Saat hal ini aku komunikasikan, Aleeya menangis. Ia tak mau mendaftar dan memilih untuk ikut kursus memasak jika kuizinkan. Aleeya phobi matematika dan hapalan, ia lebih suka kegiatan yang melibatkan motorik.

“Aleeya gak mau ikut kursus matematika, kalau kursus memasak Aleeya mau daftar Mi.”

Aku tak habis cara mencarikan solusi guna membantu menaikkan kemampuan akademisnya, mulailah aku mencari les dekat rumah, yang mengajarkan tidak hanya matematika saja tapi juga pelajaran lainnya. Rupanya Aleeya bersedia karena di sana ada banyak teman-teman yang ikut serta mendaftar. Alhamdulilah.

Di tempat les, Aleeya mendapat pelajaran yang berbeda dengan apa yang didapatnya di sekolah. Misalnya saat belajar matematika, sang guru les memberikan cara mudah mengerjakan matematika. Sebenarnya dengan  cara tersebut Aleeya dapat lebih mudah menyelesaikan matematika. Namun yang terjadi sebaliknya, Aleeya terlihat makin bingung. Hal tersebut terjadi karena ada banyak informasi yang masuk di kepala sementara Aleeya memiliki keterbatasan untuk mengingatnya.

Setelah memantau kegiatan Aleeya selama les dan melakukan evaluasi kemajuan belajar, akhirnya aku putuskan untuk memberhentikan les dan fokus pada materi yang disampaikan guru di sekolah. Ma syaa Allah ternyata dengan cara ini, Aleeya lebih mudah menangkap materi yang disampaikan guru, Aleeya lebih mandiri dibanding saat ikut les. Menjadi orang tua itu memang luar biasa ya, hal yang dirasa bermanfaat belum tentu cocok untuk anak kita karena tiap anak adalah unik. Setiap anak memiliki kelebihan yang berbeda dengan anak lainnya.

Sebenarnya dari sisi usia, Aleeya itu paling “matang” dibandingkan dengan anak sulung kami, yang masuk SD di usia 5,4 tahun. Tetapi setiap anak memiliki kelebihan yang berbeda. Abang kuat di akademis sementara Aleeya lebih suka hal-hal yang membutuhkan keterampilan motorik saat mengerjakannya. Luat biasa Alloh Swt dengan kuasanya memberikan kelebihan yang berbeda agar satu sama lain saling melengkapi.

“Ummi kostum burung itu lucu ya, bagus, Aleeya suka,” ia tampak antusias melihat mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual di kampusku menggunakan berbagai macam kostum pada sebuah perhelatan acara, salah satunya kostum burung raksasa.

Melihat hal tersebut, aku makin yakin bahwa potensi Aleeya memang di bidang desain dan bidang art yang tidak aku kuasai sama sekali. Aku lebih mirip anak sulungku, yang menggambar gunung menggunakan penggaris, kaku sekali, tidak punya rasa seni. Sementara Aleeya dengan lenturnya menggambar aneka objek dengan padu padan warna yang menarik dipandang mata. Aleeya juga gemar berkerasi menggunakan aneka barang bekas dengan bantuan YouTube. Channel DIY, sangat suka ditontonnya.

“Kalau sudah besar, Aleeya mau jadi chef. Aleeya juga mau buat studio desain baju di lantai atas Mi, pakai manekin manekin,” matanya bercerita penuh binar merangkai masa depan penuh gemilang. In syaa 

Allah semoga cita-citamu terkabul ya anakku tersayang Allah Swt senantiasa menjagamu dan membimbingmu Aamiin.















3 comments:

  1. Wah kalau anakku awalnya saya yg tidak memakaikan kerudung takut dia bosan. Ujungnya malah anaknya yg minta. Hehe

    ReplyDelete
  2. Memang anak beda-beda ya Mi, anakku yg pertama agak sulit menghafal, jago di matematika. Anak yg kedua mudah sekali menghafal, luar biasa dg daya ingatnya. Pas baca cerita Aleeya kecil jd ingat anakku... Semoga sgl cita-cita tercapai, ya.. aamiin

    ReplyDelete
  3. Masya Allah Aleeya, kalau dilihat sekilas Aleeya punya kecerdasan naturals dan kecerdasan spasial yang baik ya Ummi.. Diasah di situ saja apalagi dia sudah bilang apa kesukaan ya insya Allah sukses barakah ilmunya ya Aleeya.

    ReplyDelete